Translate

Jumat, 27 November 2015

Kisah Inspirasi Sukses - Pengusaha Telur Asin Mery Yani, Dari Kerja Akuntan - AndreLinds.Com

Telur asin mengantaran Mery Yani sukses menjadi seorang pengusaha. Tak kuasa melihat usaha telur asin sang kakak hampir tutup, Mery segera mengambil alih. Lewat kerja keras, kini ia berhasil menjual puluhan ribu telur asin setiap hari.
Pulang ke kampung halaman bukan berarti hilang kesempatan untuk meraih sukses. Mery Yani telah membuktikannya. Hanya butuh waktu empat tahun, perempuan 29 tahun ini berhasil melambungkan usaha telur asin hingga beromzet ratusan juta rupiah per bulan.
Kecintaan pada sang ibu yang terbaring sakit mendorong Mery Yani kembali ke Karawang pada 2005 silam. Padahal di Jakarta Mery tengah membangun karir sebagai akuntan di sebuah perusahaan impor. Hingga akhirnya ibundanya berpulang pada 2007.
Mery pun memutuskan untuk menetap di kota kelahirannya, sambil sang ayah, membuat pakan ternak dari dedak padi. Belum surut kesedihannya, ia harus menghadapi kenyataan usaha telur sang kakak yang kian terpuruk.
Mery memang sangat peduli akan usaha telur asin ini. “Telur asin merupakan penyokong hidup saya sejak masih sekolah dulu,” kenangnya. Ia pun tak bisa tinggal diam saat melihat usaha ini terancam tutup karena penjualan terus menyusut.
Beruntung Mery pernah punya pengalaman menjajakan telur asin dari satu kios ke kios lain di pasar tradisional, semasa sekolah dulu. Berbekal pengalamannya itu, ia pun memberanikan diri mengambil alih usaha sang kakak sejak November 2008. Sebagian uang klaim asuransi jiwa mendiang ibunya pun menjadi modal usahanya.
Anak ketiga dari empat bersaudara ini mengawali langkahnya dengan memperkaya pengatahuan soal telur asin, baik dari buku maupun bertanya pada beberapa pengusaha yang lebih dulu terjun di bidang ini. Dari sana, Mery menyusun sebuah peta perencanaan usaha lengkap dengan standar kualitas telur, cara pemasaran, dan sistem menajerial karyawan.
Untuk memenuhi standar kualitas telur, Mery menjalin mitra dengan peternak telur bebek di sekitar Karawang. Ia memberi modal, baik berupa bibit bebek atau uang untuk membeli pakan. Tentu saja, para mitra itu nanti harus menyetor telur bebek ke usaha telur asin milik Mery.
Dalam proses pengasinan pun, lulusan Universitas Tarumangera ini menggunakan bahan-bahan pilihan. Abu yang digunakan adalah abu hitam yang berasal dari sekam padi yang telah dibakar dan terjamin kebersihannya. Abu itu berasal dari lahan pertanian di sekitar Kerawang.
Tak hanya membenahi pasokan telur dan proses pengasinan, Mery juga mencermati pasar telur asin yang mengenal musim sepi. Nah, di saat pasar sedang sepi, lantaran pasokan telur asin berkurang, Mery segera memasok telur asin buatannya dalam jumlah besar.
Lolos sertifikasi

Sebagai pemain baru, tentu situasi itu sangat menguntungkan. Bukan hanya soal fulus, cara tersebut juga berhasil mendongkrak merek telur asinnya, Sumber Telur Kilau. Alhasil, setelah merek telurnya dikenal, penjualan telur asinnya pun meningkat.

Dalam tempo setahun, Mery berhasil menggenjot penjualan hingga 1.500 butir per hari. Tak hanya itu, ia pun berhasil mengembalikan modal usahanya.
Sayang, saat penjualan meningkat, ia kembali berhadapan dengan masalah. Ia mendapati beberapa mitra yang ingkar menjual telur bebek untuk pabriknya. “Saya harus sabar mencari mitra lain,”katanya.
Untuk menjaga agar pasokan telur bebek tetap stabil, Mery pun membangun peternakan sendiri. Di peternakan tersebut, Mery memiliki 1500 ekor bebek yang diangon di sekitar Karawang dan Garut.
Ia juga terus meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produknya. Pada 2010, Mery mendaftarkan telur produksinya ke Departemen Kesehatan (sekarang Kementerian Kesehatan) Republik Indonesia untuk memperoleh sertifikai kualitas gizi. Setiap produksi, telur-telur hasil peternakannya dan mitranya harus melalui beberapa tahap pengujian. Tahapan tersebut meliputi pencucian telur, pengujian dari segi bentuk dan tingkat keretakan, penyemprotan cairan anti bakteri, serta uji laboratorium.
Kegigihan Mery mengemas ulang usahanya itu berubah manis. Hingga saat ini penjualan telur asin cap Sumber Telur sudah menjangkau beberapa wilayah Indonesia, seperti Jabodetabek, Kalimantan, Bangka Belitung, dan Lampung. Dalam kegiatan pemasaran, Mery mendapatkan dukungan lebih dari 50 distributor sesuai standar distributor ala Mery. “Mereka kan harus tahu kemauan konsumen, yang asin banget atau enggak terlalu asin. Distributor harus kenal betul dulu produksinya,” terangnya.
Berkat berbagai standar ini telur asin Mery bisa terjual 10.000 hingga 15.000 butir per hari. Dengan harga jual berkisar Rp1700-Rp 2500 per butir, setiap bulannya Mery meraup omzet lebih dari Rp 300 juta.
Selain menyelamatkan usaha yang hampir bangkrut, Mery juga berhasil membuka lapangan kerja. Karyawannya telah berlipat, dari hanya empat orang pada awalnya, kini telah mencapai 30 orang.
Raih penghargaan

beberapa waktu  lalu, Mery mendapat sebuah penghargaan dari salah satu bank di Indonesia. Mery Yani, adalah salah satu pemenang terbaik yang berhasil menjadi salah satu pemenang terbaik nasional untuk kategori Alumni dan Mahasiswa Pascasarjana. Usaha kreatif ‘Sumber Telur Kilau’ yang digagasnya, ternyata mampu mencuri perhatian para dewan juri, hingga ia mendapatkan penghargaan serta uang senilai Rp 50 juta sebagai dana pembinaan dari Bank Mandiri.

“Sebenernya competitor untuk usaha telur asin banyak. Tapi saya tidak hanya jual telur, saya jual nilai tambahnya. Dari satu dus, yang rusak jarang banget. Kalau yang lain rusak 20-30 persen. Ini yang membuat konsumen saya semakin banyak,” kata dia.
Menurut gadis asal Kawarang ini, yang paling penting adalah peningkatan kualitas telur asin hasil produknya. Ini salah satu strategi yang membuat usahanya menjadi semakin maju dan ide ini juga yang membuat dean juri memilihnya menjadi salah satu pemenang utama.
“Membuat telur asin berkualitas tentu membutuhkan proses panjang dan tidak mudah. Seperti yang saya katakan tadi, saya menjual kualitas serta selalu melayani konsumen dengan baik,” ujar dia. Mery kemudian menjelaskan bahwa usahanya tersebut sebenarnya merupakan ekspansi yang dilakukan dia atas perusahaan keluarganya yang bangkrut pada 2009.
Mendapatkan uang senilai Rp50 juta, Mery Yani mengaku bangga. Ia berencana akan menggunakan uang tersebut untuk mengembangkan usahanya. Mery juga berharap, agar apa yang diraihnya, bisa menjadi inspirasi buat para pemuda lain, untuk bisa menjadi sosok kreatif dan mencoba menciptakan peluang usaha sendiri.
“Untuk teman-teman muda, teruslah berkarya untuk membangun bangsa dan menginspirasi pemuda lain,” kata dia.
Pabrik telur asin terbesar

Tak mudah memang menjadi seorang pengusaha. Mery Yani pernah bekerja menjadi karyawan kantoran pun mengakui hak itu.

Ketika berprofesi sebagai akuntan, ia punya jam kerja sendiri. Sebaliknya, sebagai pengusaha, jam kerjanya tak menentu. Mery harus terus berpikir, berkreasi, serta berinovasi selama 24 jam penuh.
Namun, kondisi ini justru melecut semangat Mery untuk berwirausaha. Ia pun terus belajar dan memupuk kemampuannya sebagai pengusaha telur asin. “Dari nama saja sudah kelihatan, kalau bahasa Sunda, ‘Mery artinya bebek’. Jadi memang sudah cocok,” kelakarnya.
Mery terus mengembangkan usahanya. Tahun ini, salah satu pemenang ajang Wirausaha Muda Mandiri ini tengah membangun pabrik telur asin sendiri untuk meningkatkan produksi.
Di pabriknya yang baru, Mery ingin memisahkan proses produksi antara bagian-bagian yang kotor dan bagian-bagian yang bersih. Selain itu, ia juga akan mengadopsi bangunan pabrik seusia dengan standar.
“Jadi, sudut-sudutnya akan dibuat melengkung supaya lebih aman,” jelasnya. Selain itu, ia juga menyesuaikan lampu-lampu sesuai ketentuan. Maklum, Mery masih menyimpan angan, pabrik telur asinnya akan menjadi pabrik telur asin terbesar di Indonesia. (Sumber : Warta Kota)

Berikut Video Cara Membuat telur Asin :


SEMOGA BERMANFAAT DAN MEMBERI INSPIRASI SUKSES

Selasa, 24 November 2015

Kisah Inspirasi Sukses - Rajin Sedekah, Rejeki Melimpah Kisah Sukses Pengusaha Mebel Wanadadi Banjarnegara - AndreLinds.Com

Alkisah, warga Padang Sumatera Barat terkenal dengan jiwa merantaunya. Tidak sekalipun pulang sampai cita-cita digapai. Tidak mudik manakala kesuksesan belum diraih. Kata sebagian orang, malu manakala belum jadi orang sukses. Demikian semangat membara orang minang. Kita bisa lihat kisah sukses para saudagar Padang, atau kisah sukses warga minang lain dengan rumah makannya.
Meski bukan keturunan Minang, Arab ataupun Cina, Ibu Sumarti (48 th) adalah satu dari sekian pengusaha yang mewarisi semangat mereka. Istri dari Pak Samsul (54 th) ini telah banyak makan garam soal perdagangan. Sejak SD dirinya sudah terbiasa membantu melayani pembeli di kios kelontong milik orang tuanya tepatnya di Pasar Induk Wanadadi Banjarnegara. Ajaran melayani pelanggan sebaik-baiknya, jujur dan murah senyum telah ia terima sejak itu.

Tak hanya itu, semangat berusaha dan sedikit manajemen pun telah ia dapatkan sedari kecil. Tak heran kemudian dalam perjalanan usahanya ketika ia sudah mandiri bersama sang suami, dirinya mengaku jarang sekali merasa sulit dalam usaha mebelnya yang telah ia mulai sejak tahun 1985 silam. Mebel Ridlo, demikian nama toko dari pasutri (pasangan suami istri) ini.

Bagi Bu Marti, usaha mebel bukanlah usaha yang pertama. Ibu tiga anak ini menuturkan, bahwa ia sebelumnya juga membuka warung kelontong di Pasar Induk Wanadadi, namun karena alasan pindah rumah ia berhenti berjualan. ”Kita juga pernah jualan buku mas, kebetulan ada SMP Wanadadi di depan rumah, namun akhirnya berhenti juga karena koperasi sekolah mewajibkan siswanya membeli buku di sekolah” jelasnya.

Ikhtiar semaksimal mungkin. Meski belum sukses dengan usaha sebelumnya, namun do’a sembari terus bersedekah tak henti-hentinya ia lakukan. ”Ibu saya mengajarkan shalat malam, shalat dhuha dan sebisa mungkin bersedekah setiap hari. Meski saya tak tahu apa yang akan saya dapatkan dengan melakukan hal itu, namun saya selalu berusaha mencontoh apa yang telah dilakukan orang tua saya” terang Bu Marti.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, demikian kata pepatah. Toko Mebel Ridlo berawal dari hal kecil yang sangat sederhana. ”Kala itu kebetulan ada temen yang butuh lemari, gak tahu kenapa ia percaya kepada saya untuk mencarikan ke tukang kayu, mungkin semuanya memang telah diatur. Lha saya kan sukanya bisnis, jadi ya saya pesan ke tukang kayu kemudian saya jual pada teman saya itu dengan cara diangsur” cerita ibu yang murah senyum ini.

”Berawal dari satu orang, lama kelamaan teman-teman lainpun ikut-ikutan membeli kepada saya saat mereka butuh lemari, kursi atau mebel lainnya. Saya dan suamipun kemudian berfikir kenapa tidak membuka toko sendiri saja. Akhirnya kamipun membuka toko sendiri 24 tahun silam. Dengan dua tukang kayu, rumah kami jadi pabrik sekaligus toko” tambahnya berkisah.

Untuk mencapai kesuksesan dan kemapanan memang selalu butuh perjuangan dan kesabaran, demikian pula yang dialami Bu Marti dan Pak Samsul. Berawal dari uang 20 ribu rupiah saat pertama kali mendapat pesanan dari teman, itupun pinjaman orang tua, kini tak terhitung lagi jumlahnya. Ketika ditanya asset maupun omzet harian, ia hanya menjawab dengan senyum saja, sembari guyon ”Saya tak pernah menghitung mas, nanti malah terlalu banyak pikiran”. Saat disusul dengan pertanyaan, lalu bagaimana dengan manajemennya bu? ”Kami hanya menulis transaksi dengan tiga pembukuan; pemasukan, pengeluaran, dan piutang” jawabnya.

Tak lagi menjadikan rumah sebagai pabrik sekaligus toko, namun tokonya telah dibangun sendiri meski berada di samping rumah. Pabriknya pun sudah berdiri sendiri, berada di daerah Purbalingga.

Kini toko mebel ridlo telah memiliki 25 karyawan, 15 orang tukang kayu, dan 10 orang pelayan di toko. Dua anaknya yang kini telah berkeluarga pun, membuka cabang di Karangkobar dan Linggamerta Banjarnegara.

Pak Samsul memberikan resep kepada kita semua seputar kesuksesannya. Menurutnya, salah satu kunci suksesnya ia biasa menjual mebel lebih murah. Harga beli di toko lain, menjadi harga jual di toko mebel ridlo ini. “Saya selalu membayar lunas barang yang dikirim oleh sales, sehingga saya bisa dapat harga lebih murah” jelas lulusan sebuah STM di Yogya ini.

“Kami tak pernah promosi, tapi alhamdulillah langganan kami dari mana-mana, tak hanya Banjarnegara saja tapi juga luar kota. Bahkan ada langganan kami dari Sumatera, kulakan di sini dan dijual lagi di sana” tambahnya.

Untuk menemukan tokonya anggota TAMZIS Wanadadi Banjarnegara ini tidaklah sulit, letaknya yang strategis di Jalan Raya Wanadadi tepatnya depan SMP N 2 Wanadadi. Buka dari jam setengah tuju pagi hingga jam lima sore.

Kini, untuk urusan simpanan harian maupun investasi, dipercayakan kepada TAMZIS. ”Saya percaya dengan TAMZIS, begitu juga Mbak Umi marketing TAMZIS Wanadadi yang setiap hari datang. Nyaman, dan enak” kata ibu yang telah ziarah haji ini.

Suami istri itu saling melengkapi, barangkali begitu juga dengan toko mebel ridlo. Disisi lain, Bu Marti mengungkap rahasia suksesnya. Menurutnya, sebagai penjual harus murah senyum dan nyedulur (membina persaudaraan). “Saya suka guyon mas, bersilaturahim dan ngobrol, kalau kita berniat baik dan husnudzon insya Allah kita akan banyak saudara” katanya. “Untuk urusan rejeki Allah telah menentukan, yang penting kita selalu berdo’a, ikhtiar, dan jangan lupa selalu beramal meski sedikit, tapi kalau bisa kita usahakan rutin” tambah alumni PGAN Banjarnegara ini


SEMOGA BERMANFAAT

Sumber:http://islamberkata.blogspot.co.id/2011/11/rajin-sedekah-rejeki-melimpah-kisah.html

Selasa, 17 November 2015

Kisah Inspirasi Sukses - Liku-liku Sejarah Perjalanan Bisnis Aceh Jezz Bubur (Bubur Jagung) - AndreLinds.Com

PengusahaMuslim.com – ACEH JEZZ BUBUR ( bubur jagung ) merupakan sebuah usaha keluarga yang di kelola secara profesional sejak tahun 2007 lebih tepatnya didirikan pada tanggal 07 Agustus 2007. AJB berfokus pada unit usaha aneka bubur, yang terus melakukan inovasi baru dalam menciptakan aneka bubur yang berlokasi dii jalan margonda raya no. 416, Depok, Indonesia 16426.
ACEH JEZZ BUBUR ( bubur jagung ) merupakan sebuah usaha keluarga yang di kelola secara profesional sejak tahun 2007. AJB berfokus pada unit usaha aneka bubur, yang terus melakukan inovasi baru dalam menciptakan aneka bubur.
“Saat ini kita baru terfokus pada enam jenis bubur yang sangat dominan disukai oleh masyarakat, yaitu bubur jagung, bubur ketan saus durian, bubur jali, bubur ketan hitam, bubur kacang hijau, bubur sumsum. Alhamdulillah dengan kehendak Allah diantara semua bubur, bubur jagunglah yang sangat disukai oleh masyarakat ( 70 % pelanggan memilih bubur jagung).
InsyaAllah di waktu mendatang kami akan terus berupaya menciptakan bubur lain.
AJB telah berjalan selama hampir lima tahun, dalam kurun waktu tersebut kami telah mendirikan tiga buah outlet ( Banda Aceh, Depok, Cibubur) dengan penjualan mencapai antara 700 s/d 1000 porsi perhari. Omzet kotor yang kami peroleh sekarang kurang lebih antara Rp 10.000.000 s/d Rp.15.000.000 perhari untuk ketiga outlet.
InsyaAllah di tahun 2012 kami mengupayakan untuk membuka 3 outlet lagi di wilayah JABODETABEK.
Sekarang kami sedang melakukan penjajakan untuk mem FRANCHISE kan usaha bubur jagung,
InsyaAllah paling cepat awal 2013 sudah LOUNCHING FRANCHISE dan paling lambat 2014.
Waktu setahun kedepan ini kami manfaatkan untuk persiapan SDM FRANCHISOR dan Proses Legalitas.
Semua ini kami lakukan untuk kenyamanan kedua belah pihak ( pemberi waralaba dan penerima waralaba), karena ini adalah amanah dan kami harus pertanggung jawabkan di hadapan Allah kelak maka kami tidak ingin buru buru dan kami harus banyak belajar dulu. “ Sebagaimana dipaparkan  oleh ACEH JEZZ BUBUR di halamanfacebook-nya.

Liku-liku Sejarah Perjalanan Bisnis Aceh Jezz Bubur (Bubur Jagung)

Teuku Chaidil (pemilik ACEH JEZZ BURGER )  menuturkan, “25 April 1962 lahirlah saya dari seorang ibu bernama Cut Nurhayati, ayah saya bernama Teuku Adjoeran yang bekerja di kantor DOLOG. Kami mempunyai saudara kandung 9 orang dari dua ibu, ibu tiri saya bernama Siti Sofiah, saya anak ke tiga, saudara laki laki ada 5 dan saudara perempuan ada 4. Pendidikan awal dimulai dengan sekolah di TK Bayangkari Banda Aceh, SD 26 Banda Aceh, SMP 3 Banda Aceh. Pada sore hari saya belajar mengaji pada seorang ustad.
Baru setahun sekolah di SMP 3 Banda Aceh orang tua saya dapat promosi jabatan menjadi kepala Sub Depot logistik Lhoseumawe, dan sayapun ikut serta pindah ke Lhokseumawe. Di Lhokseumawe saya masuk SMP 1 , kemudian melanjutkan lagi SMA ADIDHARMA Banda Aceh , kemudian saya pindah ke SMA 2 Banda Aceh, kemudian pindah lagi SMA 1 Lhokseumawe. Tahun 1994 saya lulus sekolah SMA dan diterima di Fakultas Pertanian Unsyiah.
Setelah menyelesaikan Kuliah pada tahun 1991 saya mendapat pekerjaan di PT. SEMEN ANDALAS INDONESIA ( perusahaan Asing) pada departemen Public relation untuk bidang Community Development dengan masa kontrak kerja 2 tahun.
Keluar dari PT Semen Andalas pada tahun 1993 saya bekerja di CV MIRZEN pada departemen pertamanan.
Sambil bekerja di CV Mirzen saya membuka sebuah unit usaha Burger di kaki lima pada tahun 1994 di Jalan Teuku Umar Setui Banda Aceh dan kami PELOPOR BURGER di ACEH.
Ide untuk berjualan burger muncul ketika saya sedang melakukan perjalananan ke kota Medan, saat itu saya melihat banyak pedagang burger di kaki lima yang sukses.
Kemudian saya melakukan survei dan mewawancarai pedagang Burger kaki lima tentang kiat kesuksesan mereka. Dari situ mulailah timbul keberanian saya untuk berjualan Burger bersama dengan seorang karyawan saya.
Dengan bermodalkan uang Rp. 500.000 saya mulai berdagang burger dan roti bakar.
Alhamdulillah, qadarullah usaha yang saya tekuni berjalan baik, penjualan kian hari semakin meningkat terus, modal awal Rp. 500.000 dapat tertutupi pada bulan pertama.
Rata- rata penjualan perhari mencapai 100 porsi dengan omzet perhari pada bulan pertama Rp. 250.000. Omzet perhari terus bertambah, sampai pada tahun pertama omzet mencapai Rp.500.000 /hari
Pada tahun 1995 saya ikut bergabung di perusaan PT. KESAYANGAN PRAKARSA (Kontraktor dan Suplier) untuk menduduki jabatan Manager Perusahaan dengan membawahi 7 anak perusahaan.
Sambil bekerja di PT. Kesayangan Prakarsa saya pindahkan usaha saya ke kota Lhokseumawe/Aceh Utara.
Di kota Lhokseumawe tepatnya di depan radio DIPRA saya harus memulai dari nol kembali. Sehingga omzet penjualan menurun dibandingkan dengan di Banda Aceh. Dengan kepindahan ke kota Lhokseumawe saya terpaksa harus membawa rombongan karyawan saya yang di Banda Aceh, akibatnya biaya operasional tinggi, disamping itu antusias masyarakat terhadap burger dan roti bakar kurang.
Usaha di Lhokseumawe hanya berjalan satu tahun saja, usaha saya tutup dan saya mengkonsentrasikan pada pekerjaan saya.
Setelah cukup banyak pengalaman sebagai Maneger Keuangan di PT. Kesayangan Prakarsa, saya memutuskan untuk hijrah ke kota Jakarta pada tahun 1997 untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi.
Maka dengan bermodal sisa gaji yang saya terima, saya memulai melangkah ke Jakarta.
Selama dua bulan saya mengajukan permohonan kerja di beberapa perusahaan, tidak ada satupun perusahaan yang memanggil saya, maka saya putuskan untuk kembali ke Banda Aceh.
Di Banda Aceh saya sempat menganggur selama 6 bulan dengan tanpa gaji, apalagi orang tua sudah pensiun.
Kebutuhan hidup keluarga kami hanya mengandalkan pensiunan dari orang tua.
Ada timbul keinginan untuk berjualan lagi, tapi uang tidak ada dan tabungan kosong sama sekali.
Alhamdulillah pada bulan April 1998 ada teman yang mau buka usaha burger, dan dia membeli peralatan (tempat panggang burger) saya dulu dengan harga Rp 200.000.
Dengan bermodal uang Rp 200.000 inilah saya kembali bersemangat untuk berjualan agar bisa membantu memenuhi kebutuhan keluarga.
Uang tersebut hanya saya gunakan untuk membeli bahan saja, sementara peralatan kerja masih layak untuk digunakan.
Saya berjualan sendiri di depan warung adik saya dekat rumah dengan pertimbangan tidak perlu sewa tempat karena keterbatasan dana serta tidak ada tambahan biaya transportasi. Setelah berjalan selama 1 bulan penjualan hanya laku 15 s/d 20 porsi saja atau sekitar Rp.70.000,per hari, maka saya putuskan untuk pindah lokasi yang lebih strategis yaitu di pinggir jalan besar yang ramai dilalui orang.
Saya dapatkan sebuah restoran teman yang masih punya tempat untuk numpang jualan yang lokasinya di Jl. Mugayatsyah dan agak jauh dari rumah. Jauhnya lokasi membuat saya harus extra kerja dengan mengayuh sepeda sejauh 6 km pulang pergi.
Sepeda inilah saya gunakan setiap hari untuk menjalankan usaha, kalau di pagi hari jam 6 pagi saya harus ke pasar dengan sepeda sejauh 8 km pulang pergi untuk membeli bahan dagangan. Di siang hari sepeda tersebut kembali saya kayuh dengan membawa barang dagangan, begitu juga ketika pulangnya dilarut malam dengan kondisi tubuh yang sudah kelelahan saya harus kembali mengayuhkan sepeda untuk bisa sampai di rumah. Semua pekerjaan saya lakukan sendiri untuk memperkecil biaya karena daya jual masih sangat rendah.
Perjalan waktu satu bulan di tempat baru hanya bisa mendongkrak penjualan 10 porsi saja yaitu antara 20 s/d 30 ( Rp 100.000 ) perharinya. Keuntungan dari penjualan hanya cukup untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga saja.
Melihat angka penjualan yang stagnan maka saya mulai membaca literatur marketing tentang bagaimana memasarkan sebuah produk. Dengan izin Allah dari situ mulai terbuka pikiran saya betapa pentingnya marketing dalam menjalankan sebuah usaha.
Perubahan drastis mulai saya lakukan, pertama saya melakukan perubahan kualitas burger yang lebih baik, kedua menata outlet yang lebih indah, ketiga menjaga kebersihan outlet, keempat menciptakan kehangatan hubungan dengan pelanggan dengan bersikap ramah, kelima mempercepat kerja. Setelah lima langkah tersebut mampu saya lakukan dengan baik maka mulailah saya mengemas sebuah publikasi yang unik.
Publikasi yang saya lakukan adalah dengan membuat sebuah potongan papan triplek ukuran 60 x 15 cm dengan tulisan JEZZ BURGER pada baris atas dan tulisan JL. MUGAYATSAH 8 dengan perpaduan warna yang sangat kontras dan indah. Media iklan tersebut saya tempelkan pada pohon di sepanjang jalan di wilayah kota Banda Aceh. Sehingga kemanapun orang akan pergi pasti melihat papan iklan tersebut.
Alhamdulillah metoda tersebut berhasil sehingga angka penjualan meningkat antara 50 s/d 70 porsi ( Rp 200.000 ) di bulan kedua. Dengan adanya peningkatan penjualan saya mulai menambah karyawan yaitu adik saya sendiri. Angka penjualan terus meningkat dari hari ke hari sampai 100 porsi perharinya pada bulan ke 8, dan lagi lagi saya harus menambah seorang karyawan lagi untuk membantu operasional.
Dengan angka penjualan 100 porsi ( Rp. 300.000) per hari sudah cukup untuk membiayai keluarga dan sedikit menyimpan tabungan.
Saat penjualan mulai membaik datang seorang teman untuk meminta bantuan mengelola usahanya, untuk menduduki jabatan sebagai Maneger operasional di perusahan PT. ZEIN BERSAUDARA ( Distribution & Suplier ).
Alhamdulillah dimasa penjualan sudah mulai membaik ALLAH mempertemukan dengan seorang gadis cantik tamatan perguruan tinggi IAIN Ar-Raniri Banda aceh bernama CUT RABIATUN ADAWIYAH. Perkawinan saya tergolong lambat, usia saya saat itu 37 tahun dan istri saya 27 tahun, tapi saya percaya kepada Allah bahwa inilah waktu yang terbaik bagi saya untuk berumah tangga. Seluruh biaya perkawinan saya dibiayai oleh orang tua saya karena tabungan saya belum mencukupinya
Setelah usaha berjalan satu tahun saya mendapat tawaran dari teman kuliah untuk menyambung sewa toko yang belum habis masa sewa. Kesempatan inipun tidak saya sia-siakan, apalagi masa sewa dibayar sebulan sekali setelah saya menggunakannya.
Untuk memulai jualan di toko akan banyak pengeluaran membeli peralatan sebuah restoran, sementara tabungan saya tidak cukup dan saya coba berkonsultasi dengan istri. Alhamdulillah istri dengan senang hati menjual 10 mayam mas kawin yang saya berikan untuk membantu membeli peralatan restoran atau cafe.
Restoran itu kami beri nama JEZZ CAFE di Jalan Teuku Umar Banda Aceh. Pada awal 1999 kami mulai berjualn dengan format CAFE TERBUKA. Format cafe model ini belum ada saat itu sehingga ini menjadi daya tarik bagi kawula muda Banda Aceh.
Kami mulai menambahkan menu baru yaitu PISANG BAKAR KEJU. Sedangkan untuk katagori minuman kami menyediakan segala jenis jus, minuman botol, ES TELER dan MILKSHAKE.
Dengan format cafe yang kami tawarkan ternyata memberi dampak yang sangat baik bagi usaha kami. Saya mulai menambah lagi karyawan dan menggantikan sepeda dengan sepeda motor untuk operasional saya. Angka penjualan terus meningkat, saya telah mampu mempekerjakan 10 orang karyawan. Omset penjualan telah mencapai 1.500.000 per hari dengan penjualan 300 porsi burger dan roti ditambah penjualan minuman)
Kabar gembira muncul lagi dengan lahirnya anak kami yang pertama yang kami beri nama ABDURRAHMAN AL-MANSYOER yang menjadi amanah bagi kami untuk mendidiknya.
Toko yang tadinya kami sewa per bulan kini kami sewa pertahun dengan nilai kontrak 4 juta. Setelah waktu dua tahun menempati toko tersebut dimana pengunjung tidak tertampung lagi maka kami putuskan untuk menyewa toko yang di sebelahnya lagi dengan kapasitas pengunjung 160 orang, dan kami mulai menambah karyawan lagi menjadi 25 orang, Kami pun menambah menu-menu baru lagi seperti :
KENTANG GORENG, CREP, TOATS, OMELET, sedangkan untuk minuman kami menambah beberapa jenis seperti ICE CREAM, PUNCH, FLUTE.
Suasana toko saya tata sedimikian rupa dengan desain  yang menarik, pengunjung semakin ramai, setiap sore cafe dipenuhi sesak oleh kawula muda, sehingga jalanan dibuat macet tiap sorenya. Target pasar saya saat itu memang kawula muda, ALHAMDULILLAH penjualan terus meningkat .
Ramainya pengunjung yang datang ke JEZZ CAFÉ membuat perusaan Rokok A Mild ikut mempromosikan produknya di Cafe. Kerjasamapun ditandatangani dan A Mild mempunyai hak eklusif untuk beriklan di Cafe, seluruh cafe dipenuhi oleh materi iklan A Mild.
Hak eklusif lainnya yang di dapat, mereka bisa menyelenggarakan LIVE Musik serta mendatangkan artis ibukota.
Saat itu JEZZ CAFÉ benar benar menjadi TRADE MARK bagi kawula muda Banda Aceh untuk kongko-kongko sore dan malam.
Dari hasil penjualan burger saya sudah bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga dan membantu seluruh anggota keluarga, dan saya juga sudah bisa membiayai perkawinan adik adik saya dan sudah bisa menyimpan tabungan.
Selama kurun waktu lima tahun saya sendiri selalu terjun langsung di warung untuk mengatur semua operasionalnya.
Disamping itu saya juga berusaha untuk dapat mengikuti kajian agama di pesantren.
Selama waktu tiga bulan saya belajar ilmu agama saya merasakan ada sesuatu yang kurang berkenan dengan apa yang saya dapati.
Saya mulai berdoa pada Allah “ YA ALLAH JIKA ADA TEMPAT LAIN YANG MEMBUAT SAYA BENAR BENAR TENTRAM, MAKA PERTEMUKANLAH SAYA DENGAN MEREKA “.
Alhamdulillah doa saya di kabulkan oleh ALLAH dan saya diketemukan dengan sebuah jamaah pengajian yang bermanhaj AHLUL SUNAH WAL JAMAAH yang murni mengambil dalil dari Al-Qur’an dan hadist yang shahih.
Dari situlah saya mulai mendapat hidayah dari Allah untuk tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan hadist dalam menyikapi setiap permasalahan hidup yang saya hadapi .
Saya mulai berkonsultasi dengan Ustad untuk menayakan status usaha saya dipandang dari sudut syariat islam.
Maka beberapa perubahan dratis mulai saya lakukan, walau resiko yang akan saya hadapi sangat besar. Saya harus istiqamah dan percaya bahwa “BARANG SIAPA YANG MEMBELA AGAMA ALLAH MAKA ALLAH AKAN MEMUDAHKAN SEGALA URUSANNYA”
Perubahan yang saya lakukan yaitu:
  1. Menutup warung pada waktu shalat.
  2. Tidak lagi menjual rokok.
  3. Tidak lagi menyelenggarakan live musik.
  4. Sedangkan menyedikan makan di tempat dan tidak adanya karyawan wanita belum saya berlakukan.
Dengan perubahan yang begitu drastis saya mulai menuai cemoohan dari pelanggan dan teman teman.
Gaya saya yang biayanya gaya anak gaul saya rubah menjadi gaya islami. Diantara cemoohan yang sangat berbekas sampai saat ini adalah ;
Pertama, “ Emang lu aja yang beragama islam, belagu amat lu.”
Kedua, asal ketemu teman saya dipanggil embeek ( menirukan suara kambing, karena saya berjenggot) dan banyak lagi cemoohan yang saya terima, saya tetap bersabar karena ini adalah ujian.
Banyaknya perubahan drastis yang saya lakukan membuat kawula muda mulai menjauh dari cafe kami, saya sadar mereka adalah kawula muda yang tidak mau digurui seperti itu, apalagi Cafe mulai bermunculan . Angka penjualanpun turun drastis, dari bulan ke bulan. Kalau sebelum saya berlakukan sistim dagang menurut syariat, saya bisa memperoleh keuntungan satu bulan mencapai 25 juta, maka ketika saya berlakukan peraturan seperti itu saya hanya memperoleh keuntungan cuma 2, 5 juta per bulan, tapi saya merasa senang karena itu lebih barokah.
Di saat saya mulai mengenal sunnah, kami dianugerahi anak kedua yang bernama Abdullah Al-Mansyoer.
Qadarullah tahun 2004 Banda Aceh di landa tunami, beberapa bagian bangunan saya hancur terkena gempa.
Satu bulan pertama setelah tsunami kita bisa berdagang, masyarakat terkonsentrasi untuk membantu korban tsunami.
Masa satu bulan membuat tabungan habis untuk keperluan dimasa tanggap darurat. Saya mengambil keputusan untuk tidak lagi melanjutkan usaha saya karena dua hal yang belum saya berlakukan tadi akan menjadi kurang barokah.
Bulan bulan berikutnya saya sama sekali tidak ada penghasilan dan hanya berharap bantuan dari orang tua dan saudara saudara, apalagi masa itu saya masih terlalu shok dengan Tsunami.
Setelah masa tenang terlalui saya mulai berpikir untuk bisa menghasilkan uang, kami sekeluarga sepakat untuk jualan “Nasi Gurih”. Kamipun mulai kerja keras lagi, ternyata usaha dagang nasi sangat menyita waktu dan hampir tidak ada waktu yang tersisa siang dan malam. Usaha ini hanya bertahan 1 bulan dan kamipun memutuskan untuk berhenti dagang nasi karena seluruh karyawan terlalu lelah.
Pada bulan April 2005,kami sepakat bersama istri untuk hijrah ke Jakarta untuk berdagang burger dan roti bakar. Langkah kamipun saat itu mulai tertuju ke Jakarta. Dengan bermodal hasil jualan nasi sebulan dan bantuan dari orang tua serta pinjaman saudara, saya membuka usaha di wilayah Lebak Bulus.
Penjualan nyaris tidak laku, malah lebih sering tidak laku sama sekali. Tabungan terus terkuras, untuk biaya hidup saja kami tidak dapat terpenuhi, lagi lagi kami meminta tambahan pinjaman dari saudara. Selama kurun waktu tujuh bulan penjualan benar benar nihil dan utangpun terus bertambah, kami hidup penuh dalam keprihatinan, malah beberapa waktu tidak satupun yang bisa dimakan lagi karena sisa uang sudah habis sama sekali.
Selanjutnya kami berkonsultasi dengan istri dan kamipun sepakat untuk kembali ke kampung halaman.
Uang untuk ongkos kembali tidak ada, kami berinisiatif untuk mengover kontrak toko, alhamdulillah ada yang mau. Uang yang kami peroleh digunakan untuk membeli tiket pesawat, tetapi untuk mengangkut seluruh peralatan kerja tidak ada, maka kamipun meminta tambahan pinjaman dana dari saudara sehingga total pinjaman sudah mencapai 40 juta.
Setiba di Banda Aceh pada bulan 12 tahun 2005 kami hidup dari nol kembali. Dengan kebaikan adik ipar yang meminjamkan dana sebesar 15 juta kami merenovasi kamar untuk disewakan kepada tamu dari luar Aceh dan luar negeri yang membantu rehabilitas area Tsunami.
Untuk mengisi perabot kamar kami mengutang Rp 10 juta di toko perabotan.
Alhamdulillah usaha dapat berjalan, dan keuntungan hanya cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari saja sementara utang belum bisa tertutupi.
Usaha sewa kamar hanya bisa bertahan selama satu tahun, tabungan sama sekali tidak ada. Dalam kondisi seperti ini kami mencoba lagi untuk kembali berjualan burger.
Penjualan dimulai dari berjualan di depan warung kakak ipar, selama tiga bulan tidak ada perkembangan sama sekali. Kemudian kami memutuskan untuk pindah ke kampus Unsyiah dekat fakultas ekonomi, tempat ini juga tidak mendongkrak penjualan. Selama tiga bulan kami bisa bertahan dan lagi-lagi kami harus kembali ke Neusu dekat rumah. Tapi ternyata penjualan burgerpun tidak mampu membiayai kebutuhan hari hari.
Peminat burger tidak mengalami peningkatan, sehingga kami tidak bisa mempekerjakan karyawan, semuanya ditangani sendiri. Istri dalam kondisi hamil harus bekerja extra siang dan malam tanpa ada pembantu, sementara saya pagi ke pasar siang sampai malam berjualan.
Akhir tahun 2006, dalam usia kandungan kehamilan sembilan bulan kami berkonsultasi dengan dokter kandungan tentang kondisi istri, secara fisik istri memang ukuran kehamilannya sangat besar. Dokter mengambil kesimpulan untuk operasi, biaya operasi 8 juta, sementara kami tidak punya uang sama sekali, qadarullah dengan kebaikan dokter, kami diberi bayar dulu sebesar uang yang kami punya. Anak ketiga yang lahir kami beri nama AISYAH AL-MANSYOER
Dari kunjungan saudara dan rekan rekan kami mendapatkan uang 3 juta, uang tersebut kami gunakan untuk menbayar biaya kelahiran, sedangkan sisa 5 juta kami berhutang lagi.
Qadarullah pada saat saya mendampingi Ustad mengisi ceramah di Meuredu Aceh Pidie, di tempat tersebut saya melihat ada pedagang BUBUR KANJI RUMBI ( bubur tradisional Aceh ) yang banyak peminatnya. Saya menjadi tertarik untuk mencoba berdagang bubur kanji rumbi. Pada awal bulan 7 tahun 2007, setelah berkonsultasi dengan istri dan ibu tiri saya kami sepakat untuk menambah menu dagangan. Alhamdulillah penjualan bubur kanji ada peminatnya, selanjutnya kami menambah jenis bubur tradisional aceh yaitu BUBUR IE BU PEUDAH.
Tapi penjualan tetap saja hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan sehari hari.
Pada bulan 10 tahun 2007 warung yang kami tempati di sewa sama orang lain, kami tidak punya tempat lagi untuk berdagang, dan kamipun pindah lokasi di depan warung nasi goreng DAUS.
Ditempat baru inipun penjualan tidak mengalami kenaikan, malah menurun. Dalam kondisi seperti ini suami adik saya meminjamkan uang sebesar 20 juta untuk menyewa sebuah toko di Jalan Teuku Umar Setui Banda Aceh, sehingga total utang kami mencapai 90 juta.
Akhir tahun 2007 kami mulai menempati tempat baru di pinggir jalan utama, ternyata penjualannya tidak mengalami kenaikan sama sekali.
Waktu sudah berjalan tiga bulan.
Qadarullah sore itu istri saya minta ikut ke pasar untuk belanja bahan jualan, kami singgah di warung langganan saya.
Di warung tersebut istri saya melihat beras ketan hitam dan membelinya untuk dibuat bubur ketan hitam. Setelah bubur dimasak, alhamdulillah rasanya sangat enak, saya sempat memberikan kepada karyawan saya, kami merekomendasi bubur yang dibuat istri untuk dijual.
Dengan penuh keberanian kami sepakat untuk coba menjual bubur ketan hitam fan bubur kacang hijau. Satu minggu sebelum penjualan kami telah pasang spanduk di depan warung dengan tulisan “SEGERA HADIR BUBUR KETAN HITAM DAN KACANG HIJAU”.

Kisah Inspirasi Sukses - WiraUsaha Keripik Singkong Dengan Pemasaran Unik - AndreLinds.Com

Meski sudah lama menjadi camilan favorit masyarakat luas, ternyata keripik singkong masih bisa menjadi mesin pencetak laba bagi pengusaha. Dengan pemasaran gaya baru nan unik, produsen bisa mengantongi omzet hingga miliaran rupiah. 
Jelas, keripik singkong bukan jenis makanan baru bagi masyarakat Indonesia. Tapi, akhir-akhir ini, pamor keripik singkong kembali mencorong di kalangan remaja, tak kalah dibandingkan dengan potato chips, kebab, donat, atau piza. Mungkin Anda pernah mendengar para remaja heboh bercerita keripik singkong Maicih? Asal Anda tahu, konon, omzet Maicih mencapai Rp 4 miliar dalam sebulan. 
Kesuksesan Maicih tentu memancing minat para pebisnis lain untuk turut mencicipi gurihnya laba berjualan keripik singkong. Nah, ternyata, sebagian pendatang baru ini juga sukses. Yana Hawiarifin, produsen keripik pedas Karuhun dari Bandung, misalnya, mengaku mampu mengantongi omzet 
Rp 3 miliar per bulan. Ada lagi keripik singkong merek Kribo asal Bekasi yang mulai masuk pasar Oktober 2011 lalu. Maulana, sang produsen, mampu menjual keripik hingga senilai puluhan juta rupiah.
Apa rahasia kesuksesan penjualan camilan lama tersebut? Jawaban atas pertanyaan ini cuma satu: strategi pemasaran nan unik dan kreatif.
Benar, lo, kecuali sedikit modifikasi rasa, sebetulnya nyaris tak ada yang baru dari sosok keripiknya sendiri. Kehebatan keripik-keripik populer ini dalam memikat pasar bukan pada produk, melainkan cara pemasaran yang unik.
Pertama, tak seperti keripik singkong tradisional, keripik-keripik modern ini memiliki gradasi rasa. Kribo, misalnya, menggunakan istilah “zona galau” untuk menunjukkan tingkat kepedasan. Adapun tingkat kemanisan ditunjukkan dengan “zona CLBK”. Jadi, jangan heran kalau suatu saat Anda mendengar ungkapan “Kribo Galau Satu” atau “Kribo CLBK Dua”. “Kata-kata ini sering dipakai anak muda jadi saya harap bisa produk saya bisa cepat dikenal,” tutur Maulana.
Selain berkreasi dengan merek, mereka juga menggunakan strategi pemasaran unik untuk ukuran makanan tradisional. Nyaris mustahil Anda menemui keripik-keripik ini di warung kelontong, minimarket, bahkan toko oleh-oleh. Kebanyakan keripik populer ini dijual melalui jaringan pemasaran langsung (reseller). Nah, sebagian reseller ini heboh memasarkan dagangan lewat beragam media sosial, seperti Facebook, Twitter, Kaskus, dan jaringan milis yang mereka ikuti.
Pemasaran seperti ini, menurut Yana, terbukti manjur. Logika yang dia pegang, konsumen akan berpikir bahwa jika seseorang berani merekomendasikan keripiknya, tentu mereka sudah pernah mencicipi dan puas. 
Tak hanya di sini kreativitas mereka berhenti. Agar semakin unik, mereka juga menjuluki para reseller ini dengan sebutan-sebutan lucu. Kribo menyebut para reseller dengan julukan “dosen”. Sedangkan Maulana dan tim menjuluki diri mereka dengan panggilan “dekan”. Begitu pula dengan Karuhun yang memanggil para reseller mereka dengan sebutan “patih”.
Rela berbagi margin
Agar mampu menarik minat calon reseller, para produsen ini rela berbagi margin sehingga keuntungan mereka tak setebal umumnya bisnis makanan yang lain. Maulana cuma menyisir laba 25% dari omzet. “Saya mengambil dari jumlah yang mampu saya jual,” kata dia. Karuhun malah hanya menyisir untung bersih 10%–20% dari total penjualan.
Dengan mengambil margin tipis, mereka memberi kesempatan kepada para reseller untuk mendapatkan keuntungan maksimal. Sekadar gambaran, harga jual Karuhun kepada para reseller sekitar Rp 9.000 per bungkus. Oleh para patih, Karuhun dijual ke konsumen seharga Rp 15.000–Rp 18.000 per bungkus. Demikian pula dengan Kribo. Harga kulakan para dosen Rp 7.500–Rp 10.000 per bungkus, tetapi mereka menjual ke konsumen Rp 12.000–Rp 15.000 per bungkus. 
Cara ini terbukti membuat jangkauan pasar mereka meluas. Sekarang jaringan pemasaran Karuhun sudah mencapai luar kota, bahkan sampai luar negeri. Reseller Karuhun mencapai 400 orang. Adapun Kribo sudah menjangkau sedikitnya 10 kota. “Antara lain Semarang, Surabaya, dan Balikpapan,” ujar Maulana, bangga.
Tahap penting bisnis strategi pemasaran seperti ini tentu saat mengenalkan produk ke pasar. Nah, awalnya, para produsen ini melakukan tes pasar. Setelah yakin bakal mendapat sambutan hangat, mereka menawarkan keripik kepada teman, saudara, atau rekan kerja. Dari sana, lambat laun mulai muncul orang yang menawarkan diri untuk menjadi reseller.
Cara lain yang efisien adalah menjualnya di pusat keramaian. “Saya pertama kali menjual di Bandung saat ada car free day,” tutur Yana. Kemasan produk yang menarik juga dibuat oleh Yana agar pembeli berminat.
Rasa pedas keripik singkong memang menjadi daya tarik pelanggan Maicih. Tapi, Yana ogah asal mengekor reputasi pedas itu. Agar menarik pelanggan, dia memilih memberikan citarasa berbeda, yaitu menggunakan daun jeruk purut sebagai campuran rasa pedas. “Kami juga menggunakan singkong berkualitas sehingga lebih renyah,” kata Yana. 
Adapun Maulana tak hanya menawarkan keripik singkong, dia juga menjual keripik ubi, opak, dan beberapa produk lain. “Saya coba menawarkan makanan khas dari daerah Bekasi,” dalihnya.
Ada dua pilih model produksi, kalau Anda ingin memulai bisnis ini. Pertama, menyerahkan proses produksi keripik kepada orang lain. Kalau menyerahkan produksi keripik pedas kepada orang lain, gandenglah pembuat yang tepercaya sehingga kualitas terjaga. Dengan cara ini, Maulana hanya bermodal Rp 11 juta saat memulai bisnis ini, termasuk untuk tester dan promosi.
Pilihan kedua, Anda memproduksi sendiri seperti Yana. Anda leluasa berkreasi dengan produk, namun modal yang dibutuhkan lebih gede. 
Tertarik? Sreeeeng…!
semoga Bermanfaat

Kisah Inspirasi Sukses - Bisnis Pancake Durian, Dari Menangis Jadi Manis Milyader - AndreLinds.Com

Pasive Income dengan penghasilan puluhan juta rupiah perbulan, reward jalan-jalan keluar negeri, Mobil Gratis, Rumah mewah dan aneka reward lainnya yang diberikan secara gratis oleh perusahaan-perusahaan MLM kepada para distributor yang berprestasi membuat banyak orang tergiur dan memutuskan untuk bergabung membangun bisnisnya diperusahaan Multi Level Marketing (MLM) sebagai Distributor Aktif dengan menjaring New Member sambil memasarkan produk-produknya.
Subakti pria Medan adalah mantan distributor aktif di salah satu perusahaan MLM besar Indonesia asal China. Yang pada akhirnya setelah 5 tahun dibisnis MLM tersebut dia harus tinggalkan hanya untuk mengejar profesi baru yaitu menjadi penjual goreng. Ya.. Penjual Goreng. Pasalnya, pada waktu itu Bakti mendengar ceramah ustadz di Rodja TV tentang bentuk-bentuk muamalah yang dilarang dan diperbolehkan dalam syariat Islam. Dalam penjelasan Ustadz tersebut ternyata ditemukan ada beberapa bentuk jenis transaksi yang tidak sesuai dengan syariat Islam dari bisnis MLM. Dari sanalah dia terus mencari informasi dengan duduk di majelis ilmu dan membeli buku-buku fikih dan muamalah kontemporer untuk menggali tentang hukum seputar bisnis MLM. Akhirnya dia dapati, ternyata memang didalam prakteknya ada beberapa bentuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariat Islam.
Lelaki yang baru menginjak 30 tahun ini mulai melakukan koreksi tentang muamalah yang sedang dijalaninya, termasuk pada waktu itu usaha yang dia kelola berupa lembaga kursus komputer dan jasa service komputer yang menggunakan software bajakan. Yang ternyata hal itu tidak diperbolehkan dalam Islam. Hal tersebut semakin membuat bimbang dan keraguan pada kehalalan usahanya tersebut. Akhirnya ditengah keraguan itu dia mendapati sebuah hadis yang berbunyi,
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)
Dari sinilah akhirnya semakin memantapkan untuk beralih profesi dan Hijrah dari Kabupaten kecil Labuhan Batu, Rantau Prapat ke kota besar Medan, tepatnya Deli Serdang. Semua komputer dan perangkat beserta izin penyelenggaraan kursuspun dijual, dan hasil penjualan tersebut ia gunakan untuk melunasi hutang-hutang riba berkedok mudharabah. Diapun mengawalinya dengan berjualan gorengan.
“Berbekal hanya dengan uang 500 ribu rupiah saya beranikan hijrah bersama istri dan dua orang anak ke kota Medan dan tinggal sementara dirumah mertua untuk membangun usaha yang lebih berkah yaitu dengan jualan goreng.” Kenang pria yang mengaku asli Sumatera ini kepada PengusahaMuslim.com
Tapi tenyata tidak semudah membalikkan telapak tangan dan tidak semanis yang dibayangkan, jual gorengpun tidak berjalan seperti yang dia harapkan. Akhirnya bermacam usaha terus dia lakoni dari jualan goreng berubah jadi jual bubur kacang hijau, berganti lagi jual keripik dan rempeyek kacang, pernah juga bakso bakar, singkong gaul dan yang terakhir jual lontong dan nasi gurih. Setelah menjalani semua usaha baru tersebut bukan malah keuntungan yang dia dapatkan, tapi malah hutangpun  bertambah.
Alhasil, dia terpaksa harus mengirit makanan sehari-hari. Bahkan dia sering memakan sebungkus mie instan, itupun harus dibagi bersama empat anggota keluarganya.
“Kadang kami makan dengan mie instant satu bungkus dibagi empat orang. Dan Bukan hanya sekali kondisi seperti ini saya alami, bahkan sering hampir setiap hari diawal hijrah dulu.”
“Dalam kondisi tersebut sering merasa down itu muncul, namun kembali tegar semangat dan bersyukur ketika teringat ternyata ada orang yang lebih parah kondisinya dari saya waktu itu. Diluaran sana banyak orang-orang yang kelaparan berhari-hari tidak makan. Hal inilah yang menjadikan saya tegar melewati setiap kondisi down.” Ujar pria yang mengaku hanya tamatan SMK Otomotif ini.
Belum menyerah, diapun mulai beralih kepenjualan online beberapa produk pakaian batik, kaos, herbal dll. Sampai akhirnya dia juga ikut memasarkan produk khas makanan medan yaitu daging durian beku dan pancake durian Medan. Dari sinilah dia memulai mendapatkan keuntungan penjualan walaupun tidak banyak.
“Alhamdulillah dari hasil ini cukup untuk menafkahi anak istri.”  Imbuh Bakti
Belajar dari pengalaman teman-teman KPMI Medan melalui Group WA (whatsapp) dalam merintis usaha, pada awal Januari 2015 ia memutuskan untuk membagun usaha sendiri dengan menjadi produsen pancake durian dan supplier durian beku.
Waktu awal dari hasil penjualan online dia mampu menyisihkan uang sebesar 1,6 juta. Uang ini ia gunakan untuk membeli freezerbekas seharga 1,3 juta. Setelah dapat Freezer, dia langsung promosi via media sosial dan langsung mendapatkan order senilai 3 juta rupiah, kemudian uang itu ia gunakan lagi untuk produksi pancake durian sendiri.
“Awalnya saya berikan diskon khusus dengan kesepakatan order, transfer, produksi, kirim barang kepada calon pelanggan. Pada waktu itu akhirnya saya dapatkan order senilai 3 jutaan rupiah. Uang inilah yang saya gunakan untuk membeli bahan baku dan peralatan. Produksi pertama saya panggil koki untuk mengolah pancake durian tersebut sehingga kami juga bisa belajar untuk memproduksinya sendiri.”
Bakti merasakan, tidak ada jalan yang mulus mengawali bisnis ini. Beragam komplainpun ia terima dari pelanggan. Namun dari komplain tersebut dia terus belajar memperbaiki kualitas dan pelayanan. Yang pada akhirnya bisa mempekerjakan beberapa orang karyawan. Dan omsetnya makin melejit bak rasa durian yang legit, dia mengklaim mampu menghasilkan 300 juta perbulan. Kini dari usahanya Bakti bisa membangun tempat tinggal sendiri tanpa nebeng mertua lagi.
“Alhamdulillah, 5 bulan berjalan usaha ini, saya bisa membangunkan tempat tinggal kecil untuk anak istri. Sekarang setelah 10 bulan berjalan kami memiliki lebih dari 70 reseller diseluruh Indonesia. Dan beberapa orang Agen serta marketing pemasaran di medan. Omset bulanan penjualan online kami saat ini mencapai 150-300 juta, dengan Profit rata-rata 10-25%.” Kata pria yang hobi membaca ini.
Selain menjadi produsen pancake durian dikota Medan Bakti juga mensupply daging durian beku dan Durian Kupas (durian biji) keseluruh Indonesia. Ia juga memproduksi olahan durian lainnya seperti yang baru-baru ini adalah Hotcool durian.
Saat ini ia lebih menfokuskan  penjualan online dengan pengiriman port to port (cargo bandara) melalui situsnya yang beralamat KampungDurian.com. Untuk mengembangkan usahanya dia membuka peluang bagi yang ingin menjadi reseller dengan syarat mudah. Cukup melakukan order pancake durian atau durian beku dengan jumlah minimal order. Dan bersedia mengambil paket kiriman langsung di cargo di bandara.
Sumber:http://pengusahamuslim.com/bisnis-pancake-durian-dari-menangis-jadi-manis/

Artikel Favorit